Konflik Ambon 1999



1.      Sejarah Konflik
Pada tanggal 19 Januari, 1999, Ambon dan  pulau-pulau di sekitarnya dilanda perang saudara. Walaupun Ambon di kenal sebagai daerah orang Kristen  di Indonesia, warga Islam di Ambon juga pada awalnya menikmati hidup yang rukun dan  harmonis bersama warga Kristen. Kehidupan yang rukun dan harmonis ini  ternyata berakhir dengan kehancuran yang tak dapat di kembalikan lagi   seperti semula dan warga Ambon menolak  kejadian ini sebagai suatu kerusuhan , mereka berkeras menyatakannya  sebagai sebuah perang saudara.
Perang ini di mulai dari sebuah kejadian yang sepele, kejadian kecil  yang bersifat lokal ini dimulai ketika seorang supir taxi dari warga Kristen bertengkar dengan seorang warga Islam Ambon. Berbagai sumber berita  dengan kuat mengindikasikan bahwa kesempatan ini digunakan oleh para  provokator untuk memulai pengrusakan besar-besaran di Ambon dan memicu konflik ke pulau-pulau di sekitarnya. Pola demikian sebetulnya muncul berulang-kali dari kasus ke kasus , di mana kejadian lokal yang  sepele menjadi sesuatu yang besar dan tak terkendali, untuk menghancurkan komunitas yang ada demi kepentingan beberapa fihak saja. Kita bisa melihat pola ini di Ketapang,  Kupang, kasus Poso (di mana kasus Poso ini tidak pernah di liputi oleh  media, kejadian yang terjadi pada hari natal tahun 1998 di Sulawesi Tengah  yang menghantam kota Poso, Palu dan Palopo itu sangat parah juga).  Berbagai sumber berita mengisyaratkan bahwa para provokator itu  di gerakkan oleh Suharto dan antek-anteknya.
Kasus Ambon ini adalah yang paling parah,menjadi daftar pertama konfik terbanyak yang menelan korban. Sejak saat itu masyarakat Ambon hidup dalam  ketakutan dan banyak kejadian-kejadian kecil dimana-mana. Belum sampai  tanggal 14 Februari, 1999, muncul lagi kejadian serius lainnya. Warga  Kristen di Kariu di pulau Haruku di serang oleh penduduk Pelauw,  Kailolo dan Ori. Sebagian besar penduduk dari tiga tempat tersebut   adalah warga Islam. Menurut para saksi mata dan penelitian yang  dilakukan oleh Tim Pencari Fakta Salawaku, kejadian tanggal 14 Februari  ini lebih parah lagi di sebabkan oleh beberap hal:

v  Tepat sebelum di serang, pos komando aparat keamanan, yang  berfungsi untuk menjaga keamanan di perbatasan Pelauw dan Kariu, di  pindahkan tempat lain.
 
v  Komando pos militer Yon 733, bapak Safar Latuamuri yang juga  berasal dari Pelauw bersama-sama dengan beberapa aparat dan penduduk  desa tersebut dan menyerang penduduk di Kairu.

v  Rumah -rumah dan bahkan sebuah gereja yang telah berada dibawah  perlindungan pasukan keamanan terbakar habis.
 
v  Pasukan penjaga keamanan juga terlibat dalam penembakan brutal  terhadap penduduk Hulaliu, yang datang terburu-buru untuk membantu  korban luka di Kariu.

v  Pada tanggal 21 dan 22 Febuari,1999, hari senin dan  selasa, di pulau Saparua, penduduk Siri Sori Islam dan penduduk Siri  Sori Serani (Kristen) terlibat dalam perkelahian; begitu juga dengan  penduduk Iha (Muslim) dan Nolloth (Kristen). Tiga orang Nolloth  meninggal dan seorang dengan lengan teramputasi akibat dari tembakan   dari seorang petugas.

v  Sementar itu, pada hari selasa tanggal 22 Febuary 1999. Dikota ambon  kerusuhan terjadi lagi. Bom meledak di Batu Merah Dalam. Rumah-rumah  warga Kristen dibakar. Petugas keamanan tidak berbuat apa-apa ketika  orang-orang mulai menyerang warga Kristen. Pada saat itu 6 orang  tertembak mati oleh petugas keamanan dan tiga diantaranya ditembak oleh  petugas keamanan ketika mereka masih berada di dalam pagar/pekarangan  Gereja Bethabara di Batu Merah Dalam. Para umat kristen di Batu merah  Dalam sampai harus lari mencari tempat perlindungan.

v  Walaupun banyak berita utama di media menyatakan - Kristen membantai  Islam di Ambon namun kenyataan sebaliknyalah yang benar, yang lebih menyakitkan dan memprihatinkan adalah sikap para petugas  militer. Mereka tidak melakukan apa -apa untuk melindungi warga ,namun mereka  terlibat dalam aksi penyerangan dan penembakan . Sikap dan perbuatan  petugas militer yang demikian bukan saja tidak dapat diterima, tetapi  juga mencerminkan hilangnya kontrol dan kekuasaan di dalam unit militer  secara keseluruhan, bahkan dari Menhankam sendiri, Jenderal   Wiranto.

v  Menurut para saksi mata, salah seorang aparat yang terlibat dalam  peristiwa penembakan di Batu Merah Dalam adalah seorang polisi bernama  Cahyana.


Penganiayaan terhadap umat Kristen, yang di lakukan  secara halus di masa kekuasaan Soeharto,  dilakukan secara terang-terangan dan ganas di era pemerintahan  transisi Habibie. Menurut laporan yang disampaikan oleh FKKI (Forum   Komunikasi Kristen Indonesia), sebanyak 455 gereja telah di serang dan  di bakar semasa pemerintahan Suharto.  

Semenjak Habibie berkuasa,  dalam kurun waktu kurang dari setahun tercatat minimal 95 gereja telah  diserang dan dibakar.

Kelompok Fundamentalis yang bergerak di belakang  Habibie sejak dibentuknya ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia)  pada awal tahun 90an, telah menunjukkan kekejamannya sejak peristiwa  kerusuhan May 1998. 

Walaupun terlihat dengan jelas adanya pola yang sama di setiap  peristiwa, bahkan sejak kasus Surabaya 9 Juni, 1996 dan diikuti kasus  Situbondo 10 Oktober, 1996, pemerintah dan ABRI masih belum dapat  memberikan keadilan yang tuntas dan mutlak kepada rakyat Indonesia  dengan menunjuk dan mengadili para otak dibelakang semua persitiwa  ini.  Kurangnya niat serta   kemampuan pemerintah dan ABRI   telah mengakibatkan melemahnya pengaruh mereka secara lokal maupun di  dunia international.  Hal ini akan terjadi kalau pemerintah tidak  memenuhi tugasnya yaitu untuk melayani rakyatnya


2.      Kepentingan – kepentingan Aktor yang terlibat dalam konflik.


Konflik ambon yang terjadi pada tahun 1999 dikarenakan hal sepele sebenarnya sudah direncanakan oleh pihak-pihak profokator untuk menghancurkan kekuatan ambon, dalam masalah ini memakai masalah agama yaitu membuat pertikain antara kaum muslim dan kaum kristiani.
Dalam hal tersebut kepentingan politiklah yang dijalankan, karena ketakutan kekuatan Ambon yang kuat dan akhirnya memisahkan diri dari NKRI, kejadian ini adalah salah satu akibat dari kejadian 1998, karena ambon dinilai juga sebagai basis gerakan reformasi.


3.      Kekuatan – kekuatan Aktor yang Terlibat Konflik.

Dalam hal ini kekuatan di bagi 4 kekuatan yaitu kaum islam, kristiani, pemerintah dan pihak-pihak profokasi yang telah menyebarkan isu dan melakukan kekacauan didaerah-daerah ambon.
Kekuatan pada saat itu paling kuat ialah ABRI namun dalam perkembangannya ABRI tidak bisa menghetikan pertikain dan kekacauan-kekacauan di Ambon, hal ini menyebabkan banyak orang berpendapat bahwa ABRI sebagai alam pemerintah juga ikut serta bertanggungjawab akan hal-hal yang terjadi diambon. 


4.      Taktik dan Gaya konflik. 

Dalam masalah ini menggunakan kompetisi style hal ini dapat dibuktikan bahwa terjadi kehilangan control yang besar dan baik kaum islam maupun kristiani berkompetisi untuk merebutkan kekuasaan yang ada dan memperkuat basisnya.
Sedangkan gaya konflik menggunakan ancaman, baik kaum muslim maupun kristiani saling mengancam bahwa akan terus meneror dan saling menghancurkan hingga titik darah penghabisan mereka.

Komentar

  1. bagaimana dengan foto - foto orang islam di bantai di dalam mesjid asli apa rekayasa??

    BalasHapus
  2. saya belum mendapatkan bukti asli atau tidaknya,,
    namaun saya juga mengakui melihat melalui video orang islam maupun kristen melakukan pembantaian sadis..
    namun apapun itu, kasus ambon adalah sebuah kasus yang sengaja rekayasa sehingga timbul tindakan yang lebih buruk baik dari orang islam maupun kristen di ambon.

    BalasHapus
  3. Yang kejadian di saparua itu dri tgl 21 February 1999 itu sdh mulai , 22 February 1999 pd pukul 03 :00 siri Sori Islam di serang dari dua arah bukan perkelahian , lain penyerangan lain perkelahian , Siwalima kan anak TK ...

    BalasHapus
  4. Siwalima anjing kalau bawa berita itu yang jelas untung2 Ambon di amankan gubernur , klu tdk habis pula di kalian di Nasrani di Maluku

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Jurnalistik

The Ambon conflict of 1999